Melawan Operasi Delegitimasi Ulama
(Refleksi Hari Santri 2025)
Oleh : Muhammad Syafii Kudo
Beberapa tahun belakangan ini umat Islam Indonesia disibukkan dengan isu sensitif yang seolah dihujamkan langsung ke arah jantung persatuan umat. Iya, isu yang penulis maksud adalah isu nasab para Habaib di Indonesia. Isu yang berlarut-larut ini seolah dipelihara para oknum di lingkaran kekuasaan jika dilihat dari beberapa indikator yang gamblang terlihat oleh umat. Undangan diskusi terbuka bagi tokoh penggerak pembatal nasab Habaib sebagai keturunan Nabi dan para pendukung kalangan Ba'alawi nyatanya tidak pernah bisa terselenggara. Ketika digelar di Banten dan disaksikan oleh beberapa keturunan Kesultanan Banten dan Cirebon, pihak pembatal nasab tidak bersedia hadir dan hanya mewakilkan kepada para pendukungnya. Saat diadakan di kantor Rabithah Alawiyah Jakarta pun pihak pembatal nasab tidak bersedia datang dan malah yang hadir adalah pihak yang tidak berkompeten alias bukan ahlinya (yakni Pak Gembul si konten kreator). Padahal semua perdebatan itu disiarkan secara langsung di beberapa kanal media sosial yang bisa diakses oleh semua orang. Di sisi lain, pihak pembatal nasab yang akhirnya dinilai tidak punya iktikad baik untuk menyelesaikan masalah nasab akibat konsistensi ketidakhadirannya itu tetap melakukan agitasi dan propaganda di berbagai kanal media sosial mengenai pendapatnya itu.
Perlu dicatat bahwa di kalangan para Habaib yang coba dibatalkan nasabnya secara sepihak itu banyak nama-nama Ulama besar yang kitabnya menjadi pegangan wajib di hampir seluruh pesantren di Nusantara. Dan para Ulama Nusantara (baik di Indonesia maupun Hijaz) dan Ulama dunia Islam sedari dulu sudah mengisbat (menetapkan) bahwa Bani Alawi adalah keturunan dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam.
Tahun berlalu, setelah dinilai agak mereda, kegaduhan kembali diperbuat oleh pihak pembatal nasab yakni dengan mulai berani melakukan pembongkaran makam seperti yang terjadi di Winongan Pasuruan yang dilakukan secara sepihak (tanpa melalui proses hukum di persidangan) dengan dalih itu makam palsu. Dengan mengatasnamakan ormas yang mencatut nama penyebar Islam di tanah Jawa, mereka kembali menghasut umat di akar rumput untuk melakukan hal yang sama (membongkar makam para Bani Alawi) di manapun juga yang dalam pandangan mereka dianggap telah mengambil alih makam para tokoh lokal. Ormas yang sama ini sebelumnya telah melakukan aksi tidak terpuji dengan melakukan upaya pembubaran acara pengajian di Pemalang Jawa Tengah yang dihadiri oleh tokoh Ba'alawi yakni Habib Muhammad Rizieq Shihab dengan alasan yang mereka yakini sendiri. Ormas itu bahkan viral di media sosial berbaris rapi sambil membawa pentungan dan kayu saat menuju lokasi pengajian di Pemalang. Kedua kasus yang melibatkan ormas yang sama itu uniknya sampai hari ini kurang mendapat perhatian serius dari pihak aparat. Bahkan kasus pembongkaran makam di Pasuruan malahan 'dijaga' aparat keamanan .
Kemunculan ormas pembenci Habaib itu sebenarnya merupakan upaya adu domba antara umat Islam dan tokoh Islam di Indonesia yang tidak bernilai produktif sama sekali bagi kemajuan umat Islam. Ini dibuktikan dengan keteraturan dan masifnya sistem propaganda dan agitasi kelompok ini di berbagai kanal media sosial baik dengan memakai akun resmi maupun akun palsu. Tujuan mereka diduga adalah cuan belaka bukan demi membela Islam. Sebab ketika ramai kasus pemagaran laut di daerah Banten, dimana ketika itu mayoritas Ulama dan tokoh Islam serta rakyat menolaknya, ternyata beberapa tokoh jujugan ormas pengadu domba itu malah mendukung pemagaran laut itu. Bahkan viral di media sosial para punggawa kanal YouTube para pendukung pembatalan nasab Habaib itu kedapatan hadir dan bersalaman (sungkem) dengan salah satu tokoh Sembilan Naga yang dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus pagar laut di Banten tersebut.
Belum selesai serangan untuk menggembosi persatuan antara Habaib dan Ulama, kini publik digegerkan oleh serangan kepada Pondok Pesantren dan Kyai yang dilakukan melalui tayangan sebuah kanal televisi swasta tanah air. Tayangan Xpose Uncensored Trans7 pada 13 Oktober 2025 menjelang Maghrib melakukan narasi fitnah kepada Pesantren dan tradisi di dalamnya. Dan yang paling parah adalah serangan keji kepada Ulama sepuh Indonesia yakni KH. Ahmad Mansyur Lirboyo. Tayangan ini sontak membuat kegaduhan luar biasa di kalangan umat Islam tanah air.
Kritikan kepada Pondok Pesantren pasca runtuhnya konstruksi bangunan di Ponpes Al Khoziny Sidoarjo dinilai sudah kelewat batas. Jika yang dikritik adalah oknum pengasuh pesantren yang berbuat asusila, Flexing alias pamer harta, atau melakukan hal-hal yang melanggar syariat lainnya tentu umat akan legawa menerimanya sebagai bentuk koreksi diri. Namun manakala yang dituduhkan adalah sesuatu yang tidak berdasar apalagi sudah mengarah ke jantung umat Islam yakni para Ulama tentu umat Islam akan melawan.
Dalam kasus Trans7, sebenarnya bukan hanya santri Lirboyo yang berhak marah, namun semua santri Pondok Pesantren se-Indonesia dan umat Islam pada umumnya pun pantas marah. Sebab yang diserang adalah jantung umat Islam yakni Ulama. Sebab pewaris ilmu, akhlak dan dakwah para Nabi ini sangat tinggi kedudukannya di sisi Allah. Menghina kehormatan mereka sama juga dengan menghina Allah dan Rasul Nya.
Di dalam kitab Adabul Alim Wal Muta'alim, Hadratus Syekh Muhammad Hasyim Asy'ari menyatakan,
Allah ta’ala berfirman,
يرفع الله الذين أمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات
“ Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang –orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat “ (Q.S. Al-Mujadalah : 10).
Artinya Allah akan mengangkat derajat para Ulama sebab mereka sanggup memadukan antara ilmu pengetahuan (agama) dan pengamalannya.
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata , “Derajat Ulama’ itu jauh di atas derajat orang mukmin dengan selisih tujuh ratus derajat, sedangkan jarak antara dua derajat kira-kira perjalanan lima ratus tahun”.
Allah جل جلاله berfirman,
شهد الله أنه لا اله إلا هو والملائكة واولو العلم ...الاية
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memulai firman Nya dengan menyebut Dzat Nya sendiri, kedua kalinya menyebut malaikat dan ketiga kalinya menyebut orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan (Ulama).
Cukuplah bagimu berpegang teguh pada ketiga hal ini untuk memperoleh kemuliaan, keutamaan dan keagungan.
Allah جل جلاله berfirman,
إنما يخشى الله من عباده العلماء
“Sesungguhnya dari hamba-hamba Allah yang takut kepada Allah hanyalah para Ulama”.(QS. Al-Fathir : 28)
Dan Allah جل جلاله juga berfirman,
- إن الذين أمنوا وعملوا الصالحات أولئك هم خير البرية
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baiknya makhluk“.
جزاؤهم عند رهبم جنات عدن تجري من تحتها الانهار خالدين فيها أبدا رضي الله عنهم ورضوا عنه ذالك لمن خشي ربه
“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya” (QS. Al Bayyinah : 7-8 ).
Dua ayat di atas menetapkan bahwa para Ulama adalah orang-orang yang merasa takut kepada Allah. Dan orang yang merasa takut kepada Allah adalah sebaik-baik makhluk. Dengan demikian dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa mereka (Ulama) adalah sebaik-baik makhluk.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah , maka Allah akan memberikan kefahaman terhadap ilmu agama.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga bersabda,
العلماء ورثة األنبياء ، وحسبك بهذه الدرجات مجدا وفخرا وبهذه الرتبة شرفا وذكرا،
وإذا كان لا رتبة فوق النبوة فلا شرف فوق شرف الوراثة لتلك الرتبة
”Ulama adalah pewaris para Nabi, cukuplah bagimu dengan derajat ini untuk memperoleh sebuah keagungan dan kebanggaan diri. Dan cukuplah bagimu dengan tingkatan ini untuk memperoleh kemuliaan dan panggilan yang agung. Dimana sudah tidak ada lagi tingkatan di atas tingkat kenabian, maka tidak ada satupun kemuliaan yang melebihi kemuliaan warisan tingkatan tersebut.” (Adabul Alim Wal Muta'alim; Hadratus Syekh Muhammad Hasyim Asy'ari; Hal. 12-13, Cet. Maktabah Turats Al Islam Ma'had Tebuireng Jombang)
Imam Ghazali dalam Magnum Opusnya, Ihya' Ulumuddin, menukil perkataan dari Imam Ibnul Mubarak Rahimahullah dengan redaksi,
وسئل ابن المبارك : من الناس؟ فقال : العلماء؛ قيل : فمن الملوك؟ قال : الزهاد.....ولم يجعل غير العالم من الناس لان الخاصية التي يتميز بها الناس عن سائر البهائم هو العلم
"Ibnul Mubarak ditanya, siapa itu manusia (yang hakiki)? Beliau menjawab : Ulama. Ditanya lagi, siapa itu Para raja? Beliau menjawab : Para Ahli Zuhud.... Beliau tidak menjadikan golongan selain Ulama sebagai Manusia (hakiki) karena kekhususan yang membedakan manusia dengannya daripada seluruh hewan ternak. Dan yang membedakan itu adalah ilmu." (Ihya' Ulumuddin Juz 1 Kitabul Ilmi). Artinya secara 'ekstrem' Ibnul Mubarak menganggap bahwa yang layak disebut sebagai manusia (sejati) daripada semua jenis golongan hanyalah para Ulama saja.
Dari sedikit penjelasan mengenai kedudukan Ulama dalam pandangan Islam itu, wajar belaka jika para Santri dan masyarakat pada umumnya sangat menghormati mereka. Apalagi di Indonesia ini peran Ulama sangatlah vital. Mereka lah salah satu bidan utama lahirnya Republik bernama Indonesia ini. Bahkan dari 9 anggota tim 9 sang perumus kemerdekaan Indonesia ada dua tokoh besar Ulama yang terlibat di dalamnya yakni KH. Wahid Hasyim dan Haji Agus Salim.
Kemudian ketika kita kembali kepada ingatan sejarah dimana saat penjajah kembali ingin menguasai Indonesia, lagi-lagi peran Ulama sangat vital. Fatwa Resolusi Jihad dikeluarkan oleh KH. Hasyim Asy'ari, seorang ulama besar dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Pada 22 Oktober 1945, KH. Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa yang berisi seruan jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari upaya penjajahan kembali oleh Belanda. Fatwa ini menjadi pemicu utama perlawanan rakyat Surabaya dan sekitarnya, yang kemudian berujung pada pertempuran besar pada 10 November 1945. Fatwa Resolusi Jihad ini menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Dan peristiwa Resolusi Jihad inilah yang menjadi cikal bakal diperingatinya Hari Santri. Yang artinya Negara mengakui bahwa peran Ulama sangat besar dalam melahirkan dan menjaga Negara ini.
Kini tugas para Santri dan umat Islam secara umum adalah menegakkan kembali legitimasi Ulama dari upaya makar jahat para musuh Islam. Karena jika Ulama sang pewaris Nabi sudah dibunuh karakternya, maka tidak ada yang tersisa dari Islam. Dan ketika Islam sudah melemah di negara ini maka detik kehancuran Republik ini hanyalah tinggal menunggu alarm berbunyi. Maka marilah dalam peringatan hari Santri ini kita rapatkan barisan jangan mau dipecah belah oleh musuh Islam. Ingat Allah menyukai persatuan dalam satu ikatan Ukhuwah Islamiah yang dilandaskan keimanan kepada Allah dan Dia sangat membenci perpecahan.
Wallahu A'lam Bis Showab