Jangan Salah Berkawan

Terdidik Teman Duduk

Oleh : Muhammad Syafii Kudo*



We are all locks, and only a true friend holds the key”—Jalaludin Rumi, Ghazal 638

Kalimat indah sang Sufi asal Konya, Turki, itu menarik untuk dikaji terutama di akhir zaman seperti sekarang. Dimana sekat global kian terhapus oleh teknologi informasi yang masif menyusur tiap sudut pelosok bumi.

Saat ini jamak kita saksikan betapa banyak kepala merunduk khidmat terhadap benda segi empat bernama gawai. Mereka nampak mematung memelototi "sabda-sabda" media sosial yang sedang mereka kaji. 

Jika dulu manusia berkumpul sembari berbincang ini dan itu dengan teman duduknya, kini mereka bagai mayat hidup. Duduk secara fisik (jasadiyah) bersama orang banyak namun pikiran mereka tidak berada di situ. Mereka masuk ke dalam dunia maya maha luas bagai samudera tanpa tepi.

Teman di sebelah nampak tak dihirau karena sibuk menyusun kata untuk ngobrol dengan teman "ghaib" di negeri maya. Ada sisi positif namun tak ayal ada sisi negatifnya pula. Inilah paradoks dunia.

Ada satu hal yang perlu digarisbawahi dalam hal ini, yakni perihal perkawanan. Baik di dunia nyata maupun maya. Sebab jauh hari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam sudah memberi peringatan dalam sabdanya,

الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang tergantung agama teman dekatnya, maka hendaknya kalian memperhatikan siapakah teman dekatnya.” (HR. Ahmad).

Teman dekat bukan hanya teman duduk secara fisik, namun bisa pula teman dekat yang ada di dunia maya yang seirama sepemikiran dengan kita. Urgensi memilih teman yang tepat sangat ditekankan dalam Islam. Sebab mereka sangat berperan besar dalam pembentukan pribadi dan cara berfikir kita.<

Sahabat Abu Darda' Radiyallahu Anhu berkata bahwa di antara bentuk kecerdasan seseorang adalah selektif dalam memilih teman berjalan, teman bersama, dan teman duduk

Sebab teman duduk boleh dikatakan juga sebagai teman akrab. Teman yang dalam perjalanan hidup nanti akan sangat berpengaruh terhadap pola pikir, watak, perilaku, dan kebiasaan. Jika teman kita baik, insya Allah kita akan terkondisikan ikut menjadi baik dan sebaliknya jika buruk maka kita akan ikut menjadi buruk.

Bisa dikatakan bahwa teman dekat bisa sekaligus berperan sebagai guru yang mempengaruhi hidup kita. Ini senada dengan pendapat Sohibul Maulid, Al Imam Al Habib Ali Bin Muhammad Al Habsyi yang mengatakan bahwa yang menyebabkan seseorang sulit menerima nasihat adalah salah dalam memilih pekerjaan serta salah dalam memilih kawan.

Ingat, ada hadis yang menyatakan bahwa agama adalah nasihat (HR. Ahmad). Dan nasihat yang paling didengar oleh seseorang adalah nasihat para kawan terdekatnya. Entah itu nasihat baik atau nasihat buruk. Semua kebanyakan berasal dari teman terdekat. Artinya baik buruknya agama seseorang benar-benar tergantung dari teman dekatnya.

Menurut Islam, teman sejati adalah mereka yang mampu menjadikan ikatan perkawanan untuk saling mendorong ke arah ketakwaan. Bahkan pertemanan karena saling cinta di jalan Allah masuk dalam tujuh golongan manusia yang kelak mendapat naungan di hari kiamat di kala tiada naungan sama sekali.

Ini sangat beralasan sebab teman sejati adalah mereka yang mampu membukakan pintu kebaikan bagi kita. Dan kebaikan itu hanya dapat diperoleh oleh hati yang mau menerima nasihat. Seperti kalimat Rumi di atas, "We are all locks, and only a true friend holds the key"

Kita semua ini (bagai gembok) yang terkunci dan hanya teman sejati yang memegang kuncinya. Artinya kita yang masih terkunci ini baru bisa "dibukakan" oleh mereka yang memegang kunci diri kita, dan mereka adalah teman sejati kita.

Dalam sejarah kita bisa menyaksikan bagaimana pengaruh para teman sejati yang jadi pemegang kunci dalam membukakan diri seseorang yang masih tergembok. Lihat bagaimana petinju kelas dunia Cassius Clay alias Muhammad Ali yang tak bisa lepas dari sosok Muslim "pembebas" anti rasisme di AS, Malcolm X. Ada pula Jalaludin Rumi yang menjadi sufi besar setelah bertemu gurunya, Syamsuddin Tabriz. Ada juga Syekh Ibn Atho'illah As Sakandari yang awalnya memusuhi Tasawuf namun kemudian berbalik menjadi ahli tasawuf sekaligus fikih berkat "dibuka" oleh Syekh Abu Abbas Al Mursi.

Jangan lupakan pula Sunan Kalijogo yang awalnya seorang "bandit" lalu berubah menjadi salah satu punggawa Walisongo berkat didikan Sunan Ampel. Semua itu karena teman duduk kita sangat berpengaruh besar bagi cara berfikir dan beragama kita.

Ini juga bertalian dengan hadis Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

“Permisalan teman yang baik dan teman yang jelek seperti (berteman) dengan pembawa minyak wangi dan tukang pandai besi. Dan adapun (berteman) dengan pembawa minyak wangi kemungkinan dia akan memberimu, kemungkinan engkau membelinya, atau kemungkinan engkau mencium bau yang harum. Dan (berteman) dengan tukang pandai besi kemungkinan dia akan membakar pakaianmu atau engkau mendapatkan bau yang tidak enak.” (HR. Bukhari & Muslim).

Ibnu Hajar di dalam kitabnya Fathul Bari (4/324) menjelaskan: “Di dalam hadits ini terdapat larangan berteman dengan seseorang yang akan merusak agama dan dunia. Hadits ini juga mengandung anjuran agar seseorang berteman dengan orang yang akan bermanfaat bagi agama dan dunianya.

Maka mari kita raba diri masing-masing. Siapa saja teman duduk kita hari ini, baik di dunia nyata maupun jagad maya. Apakah teman duduk kita adalah para Ulama, ahli ilmu, dan orang-orang sholeh yang arif dan penuh ghirah kebajikan.

Ataukah teman-teman nongkrong kita malah mereka yang buruk akhlaknya. Yang suka hura-hura dunia, gamang identitas serta makin menjauhkan kita (secara langsung maupun tidak) dari hakikat kita sebagai hamba Allah dan malah membuat kita jadi hamba dunia.

Syair Maulana Rumi di awal tulisan ini bermaksud menjelaskan bahwa kita semua ini bagai gembok yang terkunci. Pikiran kita masih terkunci, lalu perlahan kuncian itu terbuka oleh "kunci-kunci" di sekitar kehidupan kita lewat pergaulan. Dan pergaulan itulah yang akan mendominasi diri kita, cara berfikir kita, isme kita, dan kadar keimanan kita.

Maka sungguh bijak syiir Sunan Bonang yang diajarkan secara turun menurun oleh para Ulama kita. Bahwa salah satu dari lima perkara yang bisa jadi obat hati adalah berkumpul dengan orang-orang sholeh. Karena berkumpul dengan mereka akan membuat kita bisa duduk tenang bersama Allah. Sang sumber segala ketenangan.

Karena persahabatan yang dilandasi ketakwaan maupun kemaksiatan tak akan berakhir di dunia saja,  melainkan akan berlanjut hingga ke akhirat.

الْأَخِلَّاء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

”Teman - teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS Az-Zukhruf: 67).

Dan sebaik-baik pertemanan adalah yang berada dalam bingkai ketaatan. Jangan sampai keliru memilih teman yang membantu kita bermaksiat kepada Allah. Karena solidaritas mereka selama di dunia nyatanya akan menjadi beban berat di akhirat kelak.

Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul”. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia. (QS.25: 27 – 29). Wallahu A'lam Bis Showab. 

Dimuat Di : 

BACA JUGA

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama