Maulid Nabi; Momentum Muhasabah Diri Pemerintah Indonesia

 Maulid Nabi; Momentum Muhasabah Diri Pemerintah Indonesia 

Oleh : Muhammad Syafii Kudo 

Akhir bulan Agustus ini bangsa Indonesia mengalami salah satu fase terburuk dalam sejarahnya. Pasca peringatan tujuh belas Agustus di seluruh wilayah negara, Indonesia digoyang demonstrasi besar-besaran yang mirisnya sampai menimbulkan korban jiwa dan kerusakan berbagai fasilitas umum. Unjuk rasa besar berujung ricuh itu adalah akumulasi kemuakan rakyat atas kinerja, janji dan kelakuan nir etika  para wakil rakyat di gedung DPR. Terutama ketika DPR memutuskan kenaikan berbagai tunjangan (di luar gaji) untuk para anggotanya mulai tunjangan beras, rumah dan sebagainya. Sedangkan di saat yang sama rakyat sedang kesulitan akibat dicekik berbagai kenaikan pajak yang tidak masuk akal. Inilah yang akhirnya meledak menjadi penolakan massal di berbagai daerah yang diawali dari kabupaten Pati Jawa Tengah. 

Seperti diketahui bersama, setelah viralnya para anggota DPR yang berjoged ria pasca mendapatkan kepastian kenaikan beberapa tunjangan, rakyat menjadi semakin marah. Dan gema tagar bubarkan DPR pun akhirnya mencuat di berbagai lini masa media sosial. Namun bukannya meladeni kemarahan rakyat dengan santun, salah satu anggota DPR malah menantang rakyat dengan mengatakan kalimat yang tidak pantas kepada mereka. Dan "gudang kesabaran" rakyat itupun meledak. Rumah para anggota DPR yang beberapa juga berprofesi sebagai artis itupun digeruduk massa. Mereka merusak dan menjarah isi rumah para anggota dewan tersebut,   juga kediaman Menteri Keuangan karena dinilai sebagai biang kerok penyebab kesulitan ekonomi rakyat dengan kebijakan kenaikan pajak yang ugal-ugalan tersebut. Tidak berhenti di sini, kantor Dewan Perwakilan Rakyat baik di Jakarta maupun di berbagai daerah banyak yang dibakar dan dijarah oleh rakyat. Termasuk dibakarnya beberapa kantor polisi di berbagai daerah imbas tewasnya seorang pengendara ojek daring yang dilindas kendaraan perintis (Rantis) aparat saat terjadi demo ricuh di Jakarta.

Aksi demontrasi besar berujung ricuh yang menjadi sorotan dunia internasional itu seolah menjadi kado pahit di bulan kemerdekaan Indonesia tahun ini. Dan jadi pelajaran penting terutama bagi para pemegang kebijakan di negara ini tentang betapa keadilan adalah harga mati yang mesti ditegakkan di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 

Beberapa waktu sebelum meletusnya peristiwa demonstrasi besar-besaran itu, jagad media sosial sebenarnya sudah diramaikan oleh munculnya beberapa video trending yang menayangkan pengibaran bendera One Piece di beberapa daerah terutama yang dilakukan oleh para sopir. Pengibaran bendera anime Bajak Laut asal Jepang itu adalah satire dari masyarakat arus bawah tentang sudah terlalu parahnya berbagai ketidakadilan yang dirasakan masyarakat di bawah. Mulai dari "pemalakan negara" berupa pajak yang kian mencekik, lalu pungutan liar (pungli) yang dialami masyarakat terutama di jalanan oleh para preman "berdasi" (oknum pemerintah dinas terkait dan aparat) serta preman jalanan. Dan terutama satire untuk menyindir kelakuan para elite penguasa yang kian ugal-ugalan dalam melakukan korupsi besar-besaran.

Alih-alih melakukan koreksi diri, beberapa petinggi negara malah mengatakan  bahwa fenomena aksi pengibaran bendera One Piece adalah upaya melakukan makar kepada negara. Permasalahan pengibaran bendera One Piece akhirnya memang sempat mereda. Penguasa menganggap rakyat sudah diam. Ternyata dugaan itu salah. Sebab ternyata diam belum tentu sudah padam. Dan terbukti, ketika terpantik dengan percikan kecil sekalipun, api kemarahan itu menyala kembali dan bahkan lebih besar membara. Berawal dari Pati dan akhirnya berpuncak ke gedung DPR. 

Maulid Nabi Momen Berbenah

Sebagai umat Islam tentunya teladan terbaik yang sudah dijamin kebenarannya untuk diikuti dan diteladani adalah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam. Allah SWT berfirman,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allâh dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allâh [al-Ahzab/33:21]

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam adalah teladan terbaik bagi manusia dari berbagai sisi. Baik sebagai pribadi, sebagai kepala rumah tangga, sebagai masyarakat, sebagai pemimpin negara dan lainnya. Khusus sebagai pemimpin negara, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam sebagai penegak utama hukum ilahi di atas dunia adalah sosok pribadi yang dikenal amanah, jujur dan adil bijaksana. Beliau adalah sosok yang mampu mendamaikan pertikaian dan bahkan mampu memadamkan api penyulut konflik sebelum benar-benar terjadi. 

Di dalam Sirah Nabawiyah dikisahkan bahwa ketika Nabi berusia 35 tahun, kaum Quraisy mengadakan pertemuan dalam rangka perbaikan bangunan Ka'bah. Ketika telah sampai pada rukun (sudut Ka'bah) mereka berselisih mengenai Hajar Aswad dimana setiap suku ingin mendapatkan kehormatan untuk meletakkan ke tempatnya semula. Perselisihan ini hampir menimbulkan peperangan besar di antara mereka. Dan ketika diputuskan bahwa siapa saja yang masuk pertama kali lewat pintu Masjidil Haram maka dia yang berhak memberi keputusan. Sejarah mencatat bahwa Nabi lah sosok yang masuk pertama kali dan beliau memberikan solusi agar dibentangkan sehelai kain dimana masing-masing pemimpin suku memegang setiap sudut kain dan Hajar Aswad di taruh di tengahnya oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam kemudian bersama-sama setiap pemimpin suku mengangkat kain berisi Hajar Aswad tersebut kemudian Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam yang meletakkan Hajar Aswad itu ke tempatnya. Dan solusi ini diterima dengan ridho oleh semua yang hadir dan peperangan pun terhindarkan. (Lihat Sirah Ibnu Hisyam). Inilah contoh kebijaksanaan seorang pemimpin yang harus diteladani para pemimpin di Indonesia saat ini dalam hal manajemen konflik. 

Kemudian ada lagi kisah masyhur dalam sejarah yang menggambarkan keadilan Nabi yang tegas tidak pandang bulu dimana suatu kali ada seorang perempuan dari Bani Makhzum (kabilah ternama) yang kedapatan mencuri. Utusan kaum itu kemudian meminta tolong kepada Usamah bin Zaid Radiyallahu Anhu agar berkenan melobi Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam untuk memberikan keringanan hukuman bagi perempuan tersebut. Ketika mendengar perkataan Usamah bin Zaid itu wajah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam seketika berubah marah karena hukum Allah hendak disuap agar tidak ditegakkan. Lalu Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam berkhutbah yang berisi uraian bahwa kehancuran umat-umat terdahulu adalah karena apabila di kalangan kaum bangsawan mereka ada yang mencuri tidak ditegakkan hukum atasnya. Sedangkan ketika orang lemah (jelata) yang mencuri maka hukum ditegakkan atasnya. Hingga Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersumpah bahwa seandainya putri beliau sendiri yang mencuri maka beliau sendiri lah yang akan memotong tangannya. (Sejarah Lengkap Nabi Muhammad Saw (Terj.), Abul Hasan Ali Al Hasani an Nadwi, cet. Mardhiyah Press, hal 415). 

Jadi tidak pernah ada istilah di zaman beliau hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas seperti yang saat ini merata terjadi di negeri ini. 

Perihal etika sosial pun dicontohkan oleh beliau dimana beliau adalah sosok pemimpin yang mendahulukan umatnya daripada diri sendiri dan menjadi pelaku pertama manakala memerintahkan pengerjaan sesuatu. Ketika umat mengalami lapar maka beliau lebih dari itu sudah mengganjal perutnya dengan beberapa batu karena beberapa hari tidak ada makanan yang masuk ke perut beliau. Bahkan di kediaman keluarga Nabi digambarkan sering tidak nampak ada nyala api dalam beberapa hari dan yang masuk ke perut mereka hanyalah air dan kurma (HR. Bukhari dan Muslim). Maka jangan harap umat akan mendengar kisah di dalam rumah keluarga beliau terdapat perabotan yang berharga. Berbeda dengan pejabat saat ini yang rumahnya banyak dihiasi lukisan mahal, tas dan baju bermerek serta jam tangan mewah seharga milyaran rupiah.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam juga sangat mewanti-wanti umatnya agar bisa menjaga perasaan orang lain terutama yang keadaannya lebih sengsara. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam pernah berwasiat kepada sahabatnya, “Wahai Abu Dzar! Jika kamu masak sayur, maka perbanyaklah kuahnya dan perhatikanlah tetanggamu.” (HR. Muslim).

Dan hadis yang serupa yang menyatakan, “Janganlah kamu menyakiti tetanggamu dengan bau masakan kuah yang direbus di dalam periukmu, kecuali kamu memberi kuah kepada tetanggamu sekedarnya.”

Hadis di atas mengandung dua pelajaran penting yakni mengenai kepedulian sosial kepada lingkungan sekitar. Bahkan Nabi mengatakan bahwa tidak beriman orang yang dia kenyang sedangkan tetangganya kelaparan. 

   لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائْعٌ إِلٰى جَنْبِهِ 

"Tidaklah mukmin, orang yang kenyang sementara tetangganya lapar sampai ke lambungnya." (HR. Bukhari)

Kemudian Nabi juga melarang menyakiti orang lain bahkan hanya dengan bau makanan sekalipun jika memang tidak bisa memberi. Padahal bau adalah hal yang tidak nampak namun Nabi tetap memberi penekanan demi tindakan pencegahan. Dan tamsil inilah yang terjadi di gedung DPR kemaren. Dimana jika di-qiyas-kan, ketika aksi joged ria kala menerima kenaikan tunjangan anggota DPR disiarkan dengan jelas lewat media sosial, dan di saat yang sama masyarakat sedang dicekik oleh kenaikan pajak dsj, maka inilah bentuk nyata dari keacuhan sosial, egoisme golongan dan ketidaksetiakawanan nasional yang tentu sangat diharamkan oleh Islam. Terbukti bahwa Nabi bahkan melarang menyakiti (perasaan) orang lain meskipun hanya dengan bau masakan. Karena bau masakan bisa menimbulkan rasa ingin menikmati masakan tersebut bagi orang lain yang menciumnya. Ini adalah bukti bahwa Islam adalah agama preventif yang bisa meredam akar konflik bahkan dari sebelum akar itu tumbuh.

Sebagai penutup tulisan ini. Jika negara ini ingin adem lagi tidak ada kegaduhan maka teladan yang paling urgen ditiru dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam adalah keberanian untuk menegakkan keadilan tanpa pandang bulu. Sebab akar masalah Indonesia saat ini adalah ketidakadilan di segala lini baik itu hukum, sosial, ekonomi, dan politik. Allah SWT berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adil lah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Maidah : 08)

Dari ayat di atas dapat ditangkap pesan bahwa keadilan harus ditegakkan merata baik bagi kawan sendiri (Koalisi) maupun lawan (oposisi). Sebab menurut Ibnu Taimiyah,

{ اللَّهُ يَنْصُرُ الدَّوْلَةَ الْعَادِلَةَ وَإِنْ كَانَتْ كَافِرَةً وَلَا يَنْصُرُ الدَّوْلَةَ الظَّالِمَةَ وَإِنْ كَانَتْ مُؤْمِنَةً } 

Allah akan menolong (memberikan) kemenangan negara yang menegakkan keadilan walaupun ia negara kafir, dan Allah tidak rela menolong negara yang lalim walaupun ia negara orang orang yang beriman. (Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah 28/63)

Imam Al Ghazali juga hampir senada mengatakan dalam salah satu kitabnya bahwa, 

"Negara dengan pemimpin sewenang-wenang akan hancur, meskipun muslim. Negara dengan pemimpin yang adil akan selalu jaya, meskipun kafır." (Abu Hamid al-Ghazali, At-Tibrul Masbuk fi Nasihatil Muluk, 22)

Imam Al-Mawardi berkata dalam Adab al-Dunya wa al-Din,

إن مما تصلح به حال الدنيا قاعدة العدل الشامل، الذي يدعو إلى الألفة، ويبعث على الطاعة، وتعمر به البلاد، وتنمو به الأموال، ويكبر معه النسل، ويأمن به السلطان

“Di antara hal-hal yang memperbaiki keadaan dunia ini adalah prinsip keadilan yang menyeluruh, yang menyerukan kepada kerukunan, mendorong atas ketaatan, menjadikan negara makmur, meningkatkan kekayaan, memperbanyak keturunan, dan mengamankan penguasa.”

Imam Ibnu Taimiyah juga mengatakan,

  العدل نظام كل شيء، فإذا أقيم أمر الدنيا بعدل قامت وإن لم تكن لصاحبها في الآخرة من خلاق. ومتى لم تقم بعدل لم تقم وإن كان لصاحبها من الإيمان ما يجزى به في الآخرة

"Keadilan adalah sistem segala sesuatu. Jika urusan dunia ditegakkan dengan keadilan, maka urusan itu akan menang, meskipun pemiliknya tidak memiliki bagian di akhirat. Jika urusan dunia tidak ditegakkan dengan keadilan, maka urusan itu tidak akan menang, meskipun pemiliknya memiliki iman yang cukup untuk mendapatkan pahala di akhirat." 

Maka marilah jadikan bulan Maulid Nabi ini sebagai momentum berbenah diri bagi sekalian umat Islam di negeri ini terutama para pemimpinnya. Agar Indonesia terhindar dari perpecahan dan tidak bubar di tengah jalan. Wallahu A'lam Bis Showab 

BACA JUGA

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama